Sosialisasi FIBA World Cup 2023 dimulai. Sekolah-sekolah Jakarta menjadi tempatnya.
Kegiatan ‘Youth Leader Program’ menjadi bagian dari Gerakan Basket Untuk Kebaikan (Basketball for Good). Itu menjadi kampanye untuk mewarnai 30 hari jelang FIBA World Cup 2023.
Program ini bakal digelar di beberapa sekolah di Jakarta pada 26 Juli – 2 Agustus 2023. Pada edisi perdana, program ini mengambil tema recycle. Tema itu juga seiring dengan sustainability program, yang juga akan dilangsungkan jelang penyelenggaraan Piala Dunia, 25 Agustus – 3 September nanti di Indonesia Arena, GBK Senayan, Jakarta.
SD 1 Menteng, Rabu (26/7/2023), menjadi sekolah pertama yang dikunjungi oleh para youth leaders serta JIP, maskot FIBA World Cup 2023, yang diikuti 25 siswa dari kelas 4-6. Ada coaching clinic yang mengajarkan basic basket, tetapi juga mensosialisasikan event FIBA World Cup 2023.
Claudia Natasha adalah salah satu youth leaders yang hadir menerangkan bila ini merupakan program global dari FIBA Foundation. Tema recycle diambil untuk mengingatkan para anak-anak muda untuk tetap menjaga lingkungannya meskipun bermain basket. Sehingga ada gim yang dimainkan dengan nama recycle race.
Para siswa dibagi dalam empat tim, mereka lalu mengambil bola yang ditaruh di tengah-tengah lapangan, untuk kemudian di passing kepada teman-temannya di dalam barisan masing-masing. Lalu bola di tengah habis, maka para peserta bisa mengambil bola dari tim lainnya dengan hadangan pemain tim lain.
Baca juga: ‘FIBA World Momentum Unjuk Indonesia Maju di Mata Internasional’ |
“Ini selain mengajarkan basic skill basket, seperti shooting, passing, dan blocking. Tapi juga mengajarkan kepada para peserta untuk membuang sampah pada tempatnya. Dimanapun tempatnya, tetap sadar jika kita harus menjaga kebersihan,” kata Claudia, dalam pernyataan yang dirilis LOC FIBA World Cup 2023.
Lalu gim kedua yang dimainkan adalah “shooting around the world”. Para peserta yang terbagi dalam empat tim diminta untuk memilih nama negara yang ingin dilihat pada perhelatan Piala Dunia nanti. Terpilihlah Brasil, Prancis, Spanyol, dan Kanada.
Brasil berhadapan dengan Prancis, sementara tim Spanyol menghadapi Canada. Mereka diminta untuk melakukan shooting dari area free throw dan siapa yang bisa mencetak lima poin terlebih dahulu maka tim tersebut yang menang.
“Jadi keempat tim ini diadu dalam dua putaran, pemenang di putaran pertama kemudian di adu kembali di putaran final. Pemenang gim ini adalah tim Spanyol. Gim terakhir, adalah Piala Dunia 5×5. Dari tim tiap-tiap negara tersebut, dipilih starting 5 yang kemudian akan dirotasi seiring jalannya permainan,” ujar Claudia.
Brasil melawan Prancis kembali dan Canada versus Spanyol. Mereka bermain selama 10 menit setengah lapangan. Dari gim ini tim Prancis yang menang,” tuturnya.
Antusiasme peserta terlihat dari bagaimana usaha para peserta untuk bisa melakukan dribbling dan shooting untuk menghasilkan poin terbanyak di tiap gimnya. Keceriaan pun terlihat ketika ada yang berhasil memasukan bola, semua peserta pun berteriak memberikan semangat dengan bertepuk tangan riuh.
Bukan hanya para peserta, para orang tua yang menunggu di pinggir lapangan pun berteriak-teriak turut memberikan semangat anaknya. Ada yang bertindak layaknya pelatih dengan memberikan instruksi, tetapi ada juga yang hanya mengambil foto dan video anaknya yang sedang bermain.
Para youth leaders yang terdiri dari empat orang serta JIP pun tidak terlepas dari ajakan berfoto para peserta serta orang tuanya. Tim pemenang di setiap gim mendapatkan souvenir resmi dari FIBA World Cup 2023.
Baca juga: Solo Jadi Kota Pertama Tur Trofi FIBA World Cup 2023 |
Salah satu orang tua murid, Rina Kiwi (41) mengaku senang ada kegiatan basket seperti ini. Karena kedua anaknya Almira (9) dan Fira (11) memang dinilainya sejak kecil ‘gila basket’, menurun dari sang ayah yang menurutnya mantan pemain basket.
“Senang acara seperti ini di sekolah. Suka games-gamesnya, anak saya senang banget. Karena dua-duanya ini kompetitif anaknya, suka ikut kejuaraan. Jadi tahu informasi soal tiket juga, karena sudah incer tiket FIFA World Cup ini sejak Juni lalu,” ucap Rina Kiwi.
“Tapi waktu itu saat nyari di beberapa marketplace resmi sudah sold out. Padahal anak-anak dan bapaknya pengen banget lihat Piala Dunia, karena ini kesempatan sekali seumur hidup kan. Ada experience buat anak-anak lihat pemain dunia. Tapi sampai sekarang belum dapat tiket,” tuturnya.
Harapan Rina, FIBA dan federasi bola basket nasional bisa melihat atau melakukan talent scouting potensi-potensi pemain usia muda di Indonesia. Hingga mungkin ada program global yang juga bisa diikuti oleh para talenta-talenta muda berbakat, khususnya kelompok usia, yang terpantau nanti.